Implementasi Program Penataan Ruang
Terbuka Hijau Publik di indonesia
Ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat
RTH memiliki banyak pengertian. Di dalam pengaturannya RTH juga dapat disebut
dengan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan (RTHKP). Fungsi hijau dalam ruang
terbuka hijau (RTH) kota sebagai ‘paru-paru’ kota, merupakan salah satu aspek
berlangsungnya fungsi daur ulang, antara gas karbondioksida (CO2) dan oksigen
(O2), hasil fotosintesis khususnya pada dedaunan. Sistem tata hijau ini berfungsi
sebagai semacam ventilasi udara dalam rumah (bangunan). Lebih dari itu, masih
banyak fungsi RTH termasuk fungsi estetika yang bermanfaat sebagai sumber rekreasi
publik, secara aktif maupun pasif, yang diwujudkan dalam sistem koridor hijau sebagai
alat pengendali tata ruang atau lahan dalam suatu sistem RTH kota. (Hudan, 2009)
Kawasan Perkotaan di Indonesia cenderung
mengalami permasalahan yang serupa, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk
terutama akibat arus urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota yang
makin berat. Demikian juga halnya dengan perkotaan yang memiliki jumlah
penduduk cukup banyak dan pertambahan penduduk dari waktu ke waktu akan
memberikan dampak pada tingginya terhadap tekanan pada pemanfaatan ruang kota.
Pembangunan gedung-gedung serta berbagai infrastruktur lainnya menjadikan
sebagian besar wilayah kota-kota di Indonesia hanya berisi bangunan-bangunan
saja dan tidak dengan kawasan ruang terbuka, khusunya ruang terbuka hijau.
TINJAUAN
TEORITIS
Implementasi kebijakan dapat dipandang
sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk
undang- undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutih,
atau dekrit presiden) (Wahab, 2005: 64). implementasi kebijakan tidak hanya
menyangkut perilaku badanbadan yang memiliki kewenangan, yang memiliki tanggung
jawab untuk menimbulkan ketaatan pada kelompok sasaran, melainkan menyangkut
kekuatankekuatan politik, ekonomi dan sosial yang secara langsung maupun tidak
dapat mempengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat, baik dampak yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Pemerintah harus memperhitungan
berbagai faktor saat melaksanakan implementasi kebijakan karena keberhasilan
kebijakan publik sangat penting memperhatikan proses implementasinya.
Khusus implementasi kebijakan menggunakan
teori beberapa pengertian para ahli tentang implementasi kebijakan dan mengacu
dari Perda No 7 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau, bahwa proses
penataan Ruang Terbuka Hijau Publik dapat dilihat dari beberapa indikasi
penelitian yaitu Pemanfaatan RTH Publik di Kecamatan Candisari, Kesesuaian pelaksanaan
program dengan perencanaan program dan pengendalian dalam proses penataan RTH
Publik tersebut. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
program ini penulis menggunakan implementasi top down dari George Edwards III
yang terdiri dari beberapa faktor, yaitu sumber daya, komunikasi,
kecenderungan-kecenderungan, dan struktur birokrasi.
DESAIN
PENELITIAN
Pada penelitian ini, penulis
menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif ini menggunakan metode deskriptif dan akan menyelidiki prosedur
masalah dengan menggambarkan keadaan subjek maupun objek penelitian (orang, lembaga,
masyarakat) pada saaat sekarang berdasarkan fakta yang nampak maupun keadaan
yang sebenarnya. Penggunaan metode ini diharapkan dapat menjawab dan memecahkan
masalah yang ada setelah melakukan pemahaman dan pendalaman secara menyeluruh
dan utuh dari objek yang diteliti dan hasil olah pikir dengan pengukuran dan
menarik kesimpulan dengan kondisi dan waktunya.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik Teknik Purposif (sampel bertujuan). Menurut Sugiyono
(Sugiyono, 2008:218-219) , Teknik Purposif yaitu informan-informan yang
peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang menurut peneliti memiliki
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini karena mereka (informan) dalam
kesehariannya senantiasa berurusan dengan permasalahan yang sedang diteliti. (Fuad
dan Nugroho, 2014 : 58). Kemudian peneliti juga menggunakan teknik snowball
yaitu melalui Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang nantinya akan
mengarahkan penulis untuk mencari informan lain yang berkaitan dengan
penelitian, tujuannya adalah untuk melengkapi informasi yang dicari oleh peneliti
yang belum terjawab oleh informan kunci.
Sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti
dokumen. Sumber data berupa data primer yang diperoleh secara langsung dari
informan melalui wawancara dan data sekunder yang diperoleh secara tidak
langsung dari objek penelitian melalui dokumen.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan
oleh peneliti melalui observasi, wawancara mendalam dengan informan, studi pustaka
dan dokumentasi. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam proses
pengolahan data yaitu bergerak diantara perolehan data, reduksi data, penyajian
dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Artinya data-data yang terdiri dari
deskripsi dan uraiannya adalah data yang dikumpulkan, kemudian disusun
pengertian dengan pemahaman arti yang disebut reduksi data, kemudian diikuti
penyusunan sajian datayang berupa cerita sistematis, selanjutnya dilakukan
usaha untuk menarik kesimpulan dengan verifikasinya berdasarkan semua hal yang
terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi sebagai alat penguji kualitas data. Peneliti memilih teknik
triangulasi karena akhir dari teknik ini setelah mendapatkan data yang diperoleh
dari lapangan kemudian dikomparasikan dengan perspektif teoritis yang relevan.
Implementasi Program Penataan Ruang
Terbuka Hijau Publik merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran mengenai
pelaksanaan Program Penataan Ruang Terbuka Hijau Publik dalam mengatasi
permasalahan kurangnya persentase Ruang Terbuka Hijau Publik dan belum
maksimalnya pengelolaan taman di sana serta mengidentifikasi faktorfaktor yang
mempengaruhi saat pelaksanaan Program Penataan Ruang Terbuka Hijau Publik.
Proses implementasi akan melihat pelaksanaan kebijakan dan efektivitas
kebijakan tersebut dalam mengatasi permasalahan dan kebutuhan publik serta
dalam mencapai tujuan dari kebijakan yang diharapakan dari Program Penataan
Ruang Terbuka Hijau Publik tersebut.
Tujuan dari pengendalian atau
pengawasan ini adalah untuk mencegah kerusakan taman ataupun pengalihfungsian
taman tersebut. Adapun cara mereka dalam melakukan pengendalian atau pengawasan
adalah dengan mengamati langsung ke lapangan dan mencari taman atau RTH mana
yang sudah mengalami kerusakan. Kendala dalam melakukan pengawasan adalah
sumber daya manusia yang terbatas. Para informan mengatakan bahwa sampai saat
ini taman yang dikelola ada 224 taman. Mereka merasa mengalami masalah dalam
jumlah sumber daya manusianya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Implementasi Program Penataan RTH
1. Struktur
Birokrasi
Dalam penelitian ini pelaksana atau
implementor dari program ini adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.
Aspek-aspek yang terkait dengan struktur birokrasi antara lain tugas pokok dan
fungsi, SOP, koordinasi dan kerjasama serta pendelegasian. Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota memiliki tugas dan fungsi melakukan pengelolaan dan penataan
Ruang Terbuka Hijau Publik, di mana tugas tersebut dilakukan oleh para staff di
bidang pertamanan di bagian penataan taman. Mereka juga bekerja sama dengan
dinas-dinas terkait seperti dinsospora dan dinas social untuk membantu dalam
pengembangan lahan RTH Publik. Kecamatan juga harus turut berperan dalam
program ini, tetapi berdasarkan wawancara, pihak kecamatan belum begitu
berperan dalam implementasi program ini. Masyarakat berperan sebagai pemelihara
dan pengawas taman atau RTH Publlik tersebut. Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Semarang belum memiliki SOP dalam program pengelolaan RTH Publik. SOP
hanya berdasarkan pada Perda Kota Semarang No 7 Tahun 2010 tentang Penataan
RTH. Koordinasi dan kerjasama dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota dalam menjalankan program ini. Koordinasi dan kerjasama dilakukan dengan
Bappeda, dinas-dinas terkait, pihak swasta, kecamatan serta masyarakat
setempat. Pendelegasian dalam implementasi program ini dilakukan secara tidak
resmi. Mereka lebih menyebut sebagai kerjasama antar instansi atau implementor.
2. Komunikasi
Di dalam komunikasi implementasi
program ini meliputi kemampuan implementor dalam berkomunikasi, penyaluran
komunikasi, kejelasan informasi dan ketepatan informasi. Kemampuan implementor
dalam menyapaikan informasi tidak hanya melakukan secara lisan, namun juga
melakukan praktik ke lapangan. Penyaluran informasi dilakukan secara langsung
kepada kelompok sasaran yaitu Kecamatan yang bersangkutan dan masyarakat
setempat. Implementor tidak menggunakan media komunikasi. Informasi yang
disampaikan menurut implementor sudah tepat dalam penyalurannya. Informasi
tersebut juga sudah tepat sasaran. Hal ini ditunjukkan bahwa pihak Kecamatan
mengerti tenatng adanya program ini dan mendukung dalam pelaksanaannya.
3. Sumber
Daya
Sumber daya mencakup kemampuan,
kapasitas dan kompetensi implementor, SDM, sarana dan prasarana, informasi
mengenai tata cara pelaksanaan dari instansi vertikal atasnya, wewenang, dan
sumberdaya keuangan. Kemampuan, kapasitas dan kompetensi yang harus dimiliki
implementor harus sesuai dengan latar belakang ilmu lingkungan dan penataan
ruang, menguasai ilmu, materi, kelembagaan masyarakat dan problem solving.
Jumlah personil yang ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan maupun di kecataman
belum memadahi dan terbatas dalam menjalankan program ini. Belum ada informasi
menganai tata cara pelaksanaan secara resmi. Mereka hanya mengacu pada master
plan yang dibuat oleh Bappeda. Wewenang yang dimiliki petugas didapat dari
tupoksi serta wewenang dalam melaksanakan yang sesuai tupoksi dan menolak
kegiatan yang tidak sesuai tupoksi.
Fasilitas yang digunakan kualitasnya
sudah baik. Fasilitas yang diperlukan antara lain: tanaman hias, obat-obatan
pertanian, pupuk, polybag, sekam, tanah merah, dll. Secara kuantitas sudah
mencukupi tapi pemberiannya secara bertahap karena terbatasnya dana. Para
informan mengatakan bahwa dana yang dianggarkan masih sangat kurang. Dana
berasal dari APBD. Bahkan pihak Kecamatan mengakui mereka belum ada dana untuk
mengelola Ruang Terbuka Hijau Publik di Kecamatan Candisari, sehingga mereka
belum sepenuhnya ikut berperan serta dalam proses penataan RTH Publik tersebut.
Kesimpulan
Implementasi Program Penataan Ruang
Terbuka Hijau Publik di kota-kota tertentu diharapkan dapat optimal agar dapat
memenuhi target RTH minimal untuk suatu
wilayah. Partisipasi pada masyarakat pun juga dibutuhkan dalam pelaksanaan
program penataan RTH seperti pembangunan, pemeliharaan serta keamanan kota.
Komentar
Posting Komentar